I was Born to live my Life not yours

Sunday, July 2, 2017

Pengalaman Mendaki Pertama Kali

Bermula dari kebiasaan kami berempat yang saling bertemu ketika minggu untuk sekadar nonton bareng atau cuma makan siang di pinggiran jalan. Dibuatlah group whatsapp beranggotakan kami berempat, di sana lah kami saling terhubung dan saling melapor ketika sudah sama-sama sampai rumah sehabis bertemu. Dua diantara kami berempat memang punya hobi mendaki gunung, yang lainnya gemar pergi ke tempat-tempat baru dan saya yakin tidak akan menolak jika diajak menanjak. Dan yang lainnya lagi cuma gadis rumahan yang tiap ada hari libur lebih memilih tidur ketimbang pergi barang ke taman sebentar, iya yang terakhir itu saya. Dan suatu malam ketika salah satu anggota melempar ajakan untuk menanjak yang saya lupa apa nama gunungnya, ajakan tersebut mendapat respon positif kecuali dari saya. Reaksi pertama saya adalah mengernyitkan dahi dan saya sudah tahu bahwa jawaban saya nanti ketika pertanyaan “Kamu gimana?” sampai ke arah saya adalah tidak.

Namun ya mereka ini ternyata tidak main-main dengan rencana pendakian itu, sampai pada penghujung bulan puasa kemarin saya masih membaca wacana pendakian. Saya Cuma jawab sekenanya karena saya juga sedang mempersiapkan segala sesuatu mengenai rencana pengunduran diri saya (sok iye). Dan nampaknya rencana mereka ini sudah matang, dan belakangan agaknya mereka ingin saya ikut karena saya lah satu-satunya anggota yang belum pernah kotor kena debu pegunungan. Lupa kali mereka ya saya ini anak gunung alias anak ndeso haha. Jujur saya berat sebenarnya mengiyakan, tapi karena menghormati ajakan teman-teman tersayang dan ya katanya saya cuma harus bawa baju ganti ketika nanti diatas , lalu tau kan YOLO jadi hayuklah siapa takut, kan?

Tidak ada bayangan akan seperti apa nanti di sana, akan seperti apa tracknya. Bahkan googling lokasi tujuan pun saya tidak, entah pasrah atau tidak mau ambil pusing karena yang ada pikiran saya hanya cepat sampai ke tujuan, cepat turun dan cepat pulang haha. Kami berangkat dari Ajibarang jam 9 pagi, empat orang dan dua motor. Yap, kami couple tapi jomblo semua. Kami istirahat seingat saya hanya 2 kali. Pertama ketika mengisi bensin dan kedua mampir di masjid untuk sholat dhuhur. Dan setelah adegan turun dari motor karena motor sudah tak kuat naik. Sampailah kami di basecampnya. Sepanjang perjalanan memasuki kawasan basecamp tersebut kami sudah disuguhi view yang indah dan menyejukkan mata. Udaranya juga sudah mulai terasa dingin. Ketika sampai kami istirahat sebentar melakukan pendaftaran dan ganti baju. Melakukan persiapan terakhir kali, berdoa dan dimulailah pendakian kami dari basecamp ini.

Awal perjalanan saya sudah membatin bahwa mungkin ada baiknya saya putar balik saja, pamit pulang duluan dan naik bis duduk santai tanpa harus berjalan kaki mendaki gunung, dan bertanya kok bisa saya ada bersama mereka. Ya Allah rasanya pengen pulang. Tapi anehnya semangat saya muncul ketika sampai di post pertama hahaha. Dan langsung minta untuk diabadikan. Track selanjutnya itu hampir tak ada jalan rata, tanjakan demi tanjakan ditambah ketika memasuki waktu maghrib hujan rintik mulai turun dan jarak pandang terbatas karena gelap. Semua senter kami keluarkan, termasuk headlamp yang teman saya bawa namun malah saya yang pakai. Tracknya jadi licin, kami sangat hati-hati melangkah karena kesalahan sedikit saja apapun bisa terjadi. Yang jelas kami ingin berangkat selamat, pulangpun selamat. Napas yang mulai berat dan saya merasa capek saya sudah diujung ingin segera sampai dan ingin mengakhiri segala penderitaan ini.  Saya pun mulai mempertanyakan, mengapa Raline Shah tetap terlihat cantik meski mendaki gunung dan melewati hutan-hutan? Sedangkan saya tak bisa membayangkan wujud saya malam itu karena pasti sudah acak adut, dear mba Raline tolong angkat saya jadi adikmu saja mbak.

Kami nggak sendiri sih banyak teman selama perjalanan, dari beberapa kelompok yang saya tanyai ada yang dari Brebes, Semarang bahkan Jakarta. Saling menyemangati ketika kelompok lain sedang beristirahat. Merasa satu perjuangan dan satu tujuan yakni meraih puncak , tapi bukan puncak Bandung atau puncak AFI tapi puncak gunung Prau yang menjadi tujuan kami yang makin lama kok belum sampai-sampai jugaaa ini, tentu saja setiap keluhan saya ucap dalam hati karena saat briefing tadi saya sudah diwanti-wanti setengah diancam sih bahwa nanti diperjalanan jika merasa capek atau semacamnya jangan diungkapkan tapi dibatin saja. Sebagai seorang ‘bayi’ saya iyakan saja, nyari aman tidak ada salahnya.

Oh iya saya mau buat pengakuan nih,  saya sama sekali belum mencari tahu informasi tentang Gunung Prahu ini, karena membuat tulisan ini saja saya baru googling. Ternyata untuk mencapai puncak Gn. Prahu ini bisa melewati 3 jalur, yakni Jalur Pranten daerah Bawang, Patak Banteng daerah Wonosobo, dan terakhir jalur Kenjuran daerah Kendal. Dan yang kami lewati itu lewat jalur Patak Banteng yakni jalur paling pendek. Dan ternyata lagi, kami itu kemarin tidak sampai puncak, Cuma sampai Sunrise Camp saja. Menurut info yang saya kutip dari www.noyvesto.net bahwa Gn.Prahu sangat cocok bagi seorang pemula karena waktu tempuh pendakian yang memakan waktu 2 sampai 3 jam. Dan memang benar, karena selepas Ashar kemarin kita mulai melakukan pendakian, dan tiba di sunrise camp pukul 7 malam. Meski jalur pendakiannya pendek tapi track yang dilalui jangan diremehkan, tetap rawan karena kanan dan kiri adalah jurang. Dan kalau boleh bilang, partner mendaki juga sangat penting dalam pendakian karena mereka lah kawan kita, merekalah yang kita punya selama menapaki track pendakian. Harus yang mengerti kita dan kita juga sudah mengenal dengan baik. Dan saya sangat beruntung memiliki teman seperti mereka sebaik mereka, yang sudah membawa saya melewati pengalaman yang luar biasa, membuat saya terkagum dan terheran kenapa saya bisa ada di sini bersama mereka malam itu. Eh nanti bisa lihat blog yang saya sebut diatas ya untuk acuan jika tertarik ingin mendaki Gn. Prahu juga.

Setelah melewati track yang makin lama makin menyempit, licin dan yaa sudah mulai dilanda kebosanan karena tempat yang dituju belom sampai juga. Menahan pipis dan misuh-misuh yang tetap dilakukan di dalam hati. Dan ketika semua rasa lelah sudah diubun-ubun, dari kejauhan saya melihat ada beberapa tenda yang sudah didirikan, saya bertanya pada sahabat saya yang mengekor di belakang, ini sudah sampai? Setengah tak percaya namun memang benar bahwa kami akhirnya sampai ke Sunrise Camp. Kami berdua terduduk dan bungah luar biasa, selagi menunggu teman kami lainnya. Ketika formasi sudah lengkap, para lelaki langsung mendirikan tenda, sedang kami yang perempuan sibuk mencari sinyal untuk menelpon dan menghubungi keluarga. Hahaha sungguh perpaduan yang sangat wagu.

Saat tenda sudah berhasil didirikan dan semua barang bawaan sudah masuk ke tenda termasuk kami, dan juga setelah semua berganti pakaian dan mengganti sholat yang tadi terlewat. Akhirnya moment yang ditunggu-tunggu dari tadi ada di depan mata juga, apalagi kalau bukan menikmati Indomie di dalam tenda. Kami berempat menyantap indomie dari nesting yang sama. Asoy mantap jiwaaaa pol. Dulu saya pernah menyantap Pop mie terenak di dunia, ketika mudik lebaran tahun 2013 dan kebetulan lewat jalur Bandung yang dinginnya bukan main namun terobati ketika menyantap kuah Pop Mie. Dan malam itu bagi saya adalah Indomie terenak yang saya makan, meski tanpa cabe rawit hanya dengan saos sambal namun kenikmatannya sungguh luar biasa. Saya tak henti bersyukur, tidak menyangka bahwa saya yang anak rumahan ini mau diajak mendaki dan alhamdulillah fisik saya kuat, olahraga setiap hari minggu nyatanya ada efeknya juga.

Ini adalah postingan terpanjang deh sepertinya, tapi sebelum saya mengakhiri tulisan ini izinkan saya menuliskan beberapa hal. Saya ingin berterima kasih pada teman-teman saya,  Abdulloh Nur, Mei Setiawati, dan Tulus Budianto. Karena mereka sudah menjadi teman yang baik, partner mendaki terbaik. Semoga kebaikan kalian, mendapat ganjaran pahala karena sudah membuat saya bahagia. Terima kasih sudah mau direpotkan dengan segala barang bawaan, logistik dan segala tetek bengeknya. Terima kasih terima kasih..... 10000kali

Saya pernah baca tapi lupa di mana, katanya ketika pergi jauh kita bisa lebih mengenal diri sendiri, lebih tahu watak asli diri sendiri bahkan orang yang ada di sekitar kita.  Dan itu sepenuhnya benar. Jadi kalau mau menguji pacar atau tunangan, ajaklah dia pergi yang jauh. Mendaki contohnya. Selain bisa memupuk cinta berdua, juga bisa sebagai ajang pertimbangan apakah kalian akan melanjutkan hubungan lebih lanjut atau sampai puncak gunung saja. Ini kok penutupnya aneh yaa, tapi ya sudahlah semoga yang saya tulis ini tidak menyakiti siapapun ( apeu banget) dan bisa membuat kalian tertarik untuk mendaki, tapi ingat harus dengan yang ahli ya jangan sok tahu sendiri nanti bisa-bisa pulang tinggal nama tanpa diri.


Dan sepulang dari Wonosobo, bahkan capek belum hilang mereka sudah buat wacana bahwa next kita akan mendaki gunung Papandayan, dear temans tersayang mendakinya nanti ya kalau saya sudah menemukan pekerjaan baru biar bisa beli sepatu dan pakaian untuk mendaki, dan supaya tidak memakai celana tidur ketika mendaki nanti. 

dibawah ada beberapa jepretan dari kamera handphone teman saya dan saya. Silakan dinikmati.














3

3 comments:

Berbagi berbagai cara said...

nice

Omet said...

Berhubung kalian yang mendaki jomblo semua, gue doain deh semoga kalian bisa kaya di ending film 5 CM, saling berpasang-pasangan dan kawin... Agnes kawin sama Mei, Tulus kawin sama Abdul...


Ada amin?

Tulus said...

Segitunya Om, do'anya ... wkwkwkw