Bermula dari kebiasaan kami berempat yang
saling bertemu ketika minggu untuk sekadar nonton bareng atau cuma makan siang
di pinggiran jalan. Dibuatlah group whatsapp beranggotakan kami berempat, di
sana lah kami saling terhubung dan saling melapor ketika sudah sama-sama sampai
rumah sehabis bertemu. Dua diantara kami berempat memang punya hobi mendaki
gunung, yang lainnya gemar pergi ke tempat-tempat baru dan saya yakin tidak
akan menolak jika diajak menanjak. Dan yang lainnya lagi cuma gadis rumahan
yang tiap ada hari libur lebih memilih tidur ketimbang pergi barang ke taman
sebentar, iya yang terakhir itu saya. Dan suatu malam ketika salah satu anggota
melempar ajakan untuk menanjak yang saya lupa apa nama gunungnya, ajakan
tersebut mendapat respon positif kecuali dari saya. Reaksi pertama saya adalah
mengernyitkan dahi dan saya sudah tahu bahwa jawaban saya nanti ketika
pertanyaan “Kamu gimana?” sampai ke arah saya adalah tidak.
Namun ya mereka ini ternyata tidak main-main
dengan rencana pendakian itu, sampai pada penghujung bulan puasa kemarin saya
masih membaca wacana pendakian. Saya Cuma jawab sekenanya karena saya juga
sedang mempersiapkan segala sesuatu mengenai rencana pengunduran diri saya (sok
iye). Dan nampaknya rencana mereka ini sudah matang, dan belakangan agaknya
mereka ingin saya ikut karena saya lah satu-satunya anggota yang belum pernah
kotor kena debu pegunungan. Lupa kali mereka ya saya ini anak gunung alias anak
ndeso haha. Jujur saya berat sebenarnya mengiyakan, tapi karena menghormati
ajakan teman-teman tersayang dan ya katanya saya cuma harus bawa baju ganti
ketika nanti diatas , lalu tau kan YOLO jadi hayuklah siapa takut, kan?
Tidak ada bayangan akan seperti apa nanti di
sana, akan seperti apa tracknya. Bahkan googling lokasi tujuan pun saya tidak,
entah pasrah atau tidak mau ambil pusing karena yang ada pikiran saya hanya
cepat sampai ke tujuan, cepat turun dan cepat pulang haha. Kami berangkat dari
Ajibarang jam 9 pagi, empat orang dan dua motor. Yap, kami couple tapi jomblo
semua. Kami istirahat seingat saya hanya 2 kali. Pertama ketika mengisi bensin
dan kedua mampir di masjid untuk sholat dhuhur. Dan setelah adegan turun dari
motor karena motor sudah tak kuat naik. Sampailah kami di basecampnya.
Sepanjang perjalanan memasuki kawasan basecamp tersebut kami sudah disuguhi
view yang indah dan menyejukkan mata. Udaranya juga sudah mulai terasa dingin. Ketika
sampai kami istirahat sebentar melakukan pendaftaran dan ganti baju. Melakukan
persiapan terakhir kali, berdoa dan dimulailah pendakian kami dari basecamp
ini.
Awal perjalanan saya sudah membatin bahwa
mungkin ada baiknya saya putar balik saja, pamit pulang duluan dan naik bis
duduk santai tanpa harus berjalan kaki mendaki gunung, dan bertanya kok bisa
saya ada bersama mereka. Ya Allah rasanya pengen pulang. Tapi anehnya semangat
saya muncul ketika sampai di post pertama hahaha. Dan langsung minta untuk
diabadikan. Track selanjutnya itu hampir tak ada jalan rata, tanjakan demi
tanjakan ditambah ketika memasuki waktu maghrib hujan rintik mulai turun dan
jarak pandang terbatas karena gelap. Semua senter kami keluarkan, termasuk headlamp yang teman saya bawa namun
malah saya yang pakai. Tracknya jadi licin, kami sangat hati-hati melangkah
karena kesalahan sedikit saja apapun bisa terjadi. Yang jelas kami ingin
berangkat selamat, pulangpun selamat. Napas yang mulai berat dan saya merasa
capek saya sudah diujung ingin segera sampai dan ingin mengakhiri segala
penderitaan ini. Saya pun mulai
mempertanyakan, mengapa Raline Shah tetap terlihat cantik meski mendaki gunung
dan melewati hutan-hutan? Sedangkan saya tak bisa membayangkan wujud saya malam
itu karena pasti sudah acak adut, dear mba Raline tolong angkat saya jadi
adikmu saja mbak.
Kami nggak sendiri sih banyak teman selama
perjalanan, dari beberapa kelompok yang saya tanyai ada yang dari Brebes, Semarang bahkan
Jakarta. Saling menyemangati ketika kelompok lain sedang beristirahat. Merasa satu
perjuangan dan satu tujuan yakni meraih puncak , tapi bukan puncak Bandung atau
puncak AFI tapi puncak gunung Prau yang menjadi tujuan kami yang makin lama kok
belum sampai-sampai jugaaa ini, tentu saja setiap keluhan saya ucap dalam hati
karena saat briefing tadi saya sudah diwanti-wanti setengah diancam sih bahwa
nanti diperjalanan jika merasa capek atau semacamnya jangan diungkapkan tapi
dibatin saja. Sebagai seorang ‘bayi’ saya iyakan saja, nyari aman tidak ada salahnya.
Oh iya saya mau buat pengakuan nih, saya sama sekali belum mencari tahu informasi
tentang Gunung Prahu ini, karena membuat tulisan ini saja saya baru googling. Ternyata
untuk mencapai puncak Gn. Prahu ini bisa melewati 3 jalur, yakni Jalur Pranten
daerah Bawang, Patak Banteng daerah Wonosobo, dan terakhir jalur Kenjuran
daerah Kendal. Dan yang kami lewati itu lewat jalur Patak Banteng yakni jalur
paling pendek. Dan ternyata lagi, kami itu kemarin tidak sampai puncak, Cuma sampai
Sunrise Camp saja. Menurut info yang saya kutip dari www.noyvesto.net bahwa Gn.Prahu sangat cocok
bagi seorang pemula karena waktu tempuh pendakian yang memakan waktu 2 sampai 3
jam. Dan memang benar, karena selepas Ashar kemarin kita mulai melakukan
pendakian, dan tiba di sunrise camp pukul 7 malam. Meski jalur pendakiannya
pendek tapi track yang dilalui jangan diremehkan, tetap rawan karena kanan dan
kiri adalah jurang. Dan kalau boleh bilang, partner mendaki juga sangat penting
dalam pendakian karena mereka lah kawan kita, merekalah yang kita punya selama
menapaki track pendakian. Harus yang mengerti kita dan kita juga sudah mengenal
dengan baik. Dan saya sangat beruntung memiliki teman seperti mereka sebaik
mereka, yang sudah membawa saya melewati pengalaman yang luar biasa, membuat
saya terkagum dan terheran kenapa saya bisa ada di sini bersama mereka malam
itu. Eh nanti bisa lihat blog yang saya sebut diatas ya untuk acuan jika
tertarik ingin mendaki Gn. Prahu juga.
Setelah melewati track yang makin lama makin
menyempit, licin dan yaa sudah mulai dilanda kebosanan karena tempat yang
dituju belom sampai juga. Menahan pipis dan misuh-misuh yang tetap dilakukan di
dalam hati. Dan ketika semua rasa lelah sudah diubun-ubun, dari kejauhan saya
melihat ada beberapa tenda yang sudah didirikan, saya bertanya pada sahabat
saya yang mengekor di belakang, ini sudah sampai? Setengah tak percaya namun
memang benar bahwa kami akhirnya sampai ke Sunrise Camp. Kami berdua terduduk
dan bungah luar biasa, selagi menunggu teman kami lainnya. Ketika formasi sudah
lengkap, para lelaki langsung mendirikan tenda, sedang kami yang perempuan
sibuk mencari sinyal untuk menelpon dan menghubungi keluarga. Hahaha sungguh
perpaduan yang sangat wagu.
Saat tenda sudah berhasil didirikan dan semua
barang bawaan sudah masuk ke tenda termasuk kami, dan juga setelah semua
berganti pakaian dan mengganti sholat yang tadi terlewat. Akhirnya moment yang
ditunggu-tunggu dari tadi ada di depan mata juga, apalagi kalau bukan menikmati
Indomie di dalam tenda. Kami berempat menyantap indomie dari nesting yang sama.
Asoy mantap jiwaaaa pol. Dulu saya pernah menyantap Pop mie terenak di dunia,
ketika mudik lebaran tahun 2013 dan kebetulan lewat jalur Bandung yang
dinginnya bukan main namun terobati ketika menyantap kuah Pop Mie. Dan malam
itu bagi saya adalah Indomie terenak yang saya makan, meski tanpa cabe rawit
hanya dengan saos sambal namun kenikmatannya sungguh luar biasa. Saya tak henti
bersyukur, tidak menyangka bahwa saya yang anak rumahan ini mau diajak mendaki
dan alhamdulillah fisik saya kuat, olahraga setiap hari minggu nyatanya ada
efeknya juga.
Ini adalah postingan terpanjang deh
sepertinya, tapi sebelum saya mengakhiri tulisan ini izinkan saya menuliskan
beberapa hal. Saya ingin berterima kasih pada teman-teman saya, Abdulloh Nur, Mei Setiawati, dan Tulus
Budianto. Karena mereka sudah menjadi teman yang baik, partner mendaki terbaik.
Semoga kebaikan kalian, mendapat ganjaran pahala karena sudah membuat saya
bahagia. Terima kasih sudah mau direpotkan dengan segala barang bawaan,
logistik dan segala tetek bengeknya. Terima kasih terima kasih..... 10000kali
Saya pernah baca tapi lupa di mana, katanya
ketika pergi jauh kita bisa lebih mengenal diri sendiri, lebih tahu watak asli
diri sendiri bahkan orang yang ada di sekitar kita. Dan itu sepenuhnya benar. Jadi kalau mau
menguji pacar atau tunangan, ajaklah dia pergi yang jauh. Mendaki contohnya.
Selain bisa memupuk cinta berdua, juga bisa sebagai ajang pertimbangan apakah
kalian akan melanjutkan hubungan lebih lanjut atau sampai puncak gunung saja.
Ini kok penutupnya aneh yaa, tapi ya sudahlah semoga yang saya tulis ini tidak
menyakiti siapapun ( apeu banget) dan bisa membuat kalian tertarik untuk
mendaki, tapi ingat harus dengan yang ahli ya jangan sok tahu sendiri nanti
bisa-bisa pulang tinggal nama tanpa diri.
Dan sepulang dari Wonosobo, bahkan capek belum
hilang mereka sudah buat wacana bahwa next kita akan mendaki gunung Papandayan,
dear temans tersayang mendakinya nanti ya kalau saya sudah menemukan pekerjaan
baru biar bisa beli sepatu dan pakaian untuk mendaki, dan supaya tidak memakai
celana tidur ketika mendaki nanti.
dibawah ada beberapa jepretan dari kamera handphone teman saya dan saya. Silakan dinikmati.
3 comments:
nice
Berhubung kalian yang mendaki jomblo semua, gue doain deh semoga kalian bisa kaya di ending film 5 CM, saling berpasang-pasangan dan kawin... Agnes kawin sama Mei, Tulus kawin sama Abdul...
Ada amin?
Segitunya Om, do'anya ... wkwkwkw
Post a Comment