I was Born to live my Life not yours

Saturday, November 26, 2022

Semangat juang Yulianto untuk anak anak Indonesia

Kalau diajukan pertanyaan kapan terakhir membaca, saya akan menjawab lupa. Kalau pertanyaannya merujuk ke novel atau buku bacaan lain, tapi jika yang dimaksud adalah membaca timeline social media entah Instagram atau twitter, 5 detik yang lalu sebelum meletakan smartphone saya. 

Memang tidak salah kalau UNESCO sampai memberikan pernyataan bahwa dari 1000 penduduk Indonesia, hanya satu orang yang masih memiliki minat baca. Karena sebagian masyarakat lebih senang cerewet di social media daripada membaca.

Tapi menurut mas Yulianto, S.I.Pust minat baca di Indonesia rendah karena kurang meratanya distribusi buku dan pembinaan minat baca. Berangkat dari pemikiran ini lah yang membuat mas Yulianto bergerak perlahan dengan keterbatasan, mengendarai motor  untuk membacakan buku langsung di hadapan anak anak. Menerobos hutan dan menghadang banjir, dari sekolah hingga TPQ jadi saksi perjuangannya untuk menumbuhkan minat baca anak anak. 

Meski mengaku seorang pemalu, mas Yulianto tak kehabisan ide, dari tangannya tercipta boneka yang ia pakai untuk membuat anak anak tertarik, boneka pertamanya bernama kam kam. Lewat Kam Kam ini lah mas Yulianto membacakan buku untuk anak anak. Bukan kebetulan mas Yulianto ini berjuang untuk pergerakan literasi, dulunya beliau adalah pustakawan di sebuah SMP Swasta, lalu di akhir 2018 beliau berhenti lalu melanjutkan belajar mendongeng di Sanggar Cergham kak Kempho Semarang, lalu mulailah mas Yulianto keliling pelosok demi pelosok di Grobogan membawa buku dan boneka. 

Impian kecil mas Yulianto untuk mempunyai perpustakaan sendiri dirumah perlahan terwujud, dimulai dengan menggunakan peti bekas telur sebagai rak buku, membeli dan mengumpulkan buku buku sedikit demi sedikit, dan memanfaatkan ruang tamu sebagai ruang perpustakaan, jadilah rumah baca untuk anak anak yang kelak akan sering dikunjungi dan disanalah nanti mas Yulianto akan ‘pentas’ dihadapan anak anak. 

Sejak pandemic Covid 2019 lalu jumlah anak yang berkunjung ke rumah baca mas Yulianto menurun, mas Yulianto tidak berhenti di situ, dia membagikan buku buku kepada anak anak yang biasa berkunjung dan juga mainan, agar mereka tetap bersemangat untuk membaca. 

Ujian mas Yulianto datang dipertengahan 2019, beliau dinyatakan mengidap penyakit yang membuat daya tahan tubuhnya melemah. Tetapi semangat niat baik dan optimism mas Yulianto mengalakan rasa sedih dan depresi ketika menerima kabar tersebut, dengan semangat tetap menebar kebaikan dan manfaat bagi orang lain, mas Yulianto rela meminum obat seumur hidup. Tidak sampai disitu, suatu hari beliau mengalami kecelakaan laka lintas, karena menghindari bus yang mengerem mendadak, kemudian sepeda motor yang ia kendarai terjauh, menyebabkan retak tulang lengan dan tempurung lututnya. 

Selama dua bulan mas Yulianto tidak bisa beraktivitas normal seperti biasa, namun besarnya tekad untuk memajukan literasi di Indonesia meski tulang retak beliau tetap membuka lebar pintu Rumah Baca Bintang, dan juga mengenalkan empat simpul pustaka lainnya, yaitu Rumah Baca Mulya Utama di Desa Dempel, kecamatan Karangrayung, Taman Baca Lurung Ceria di Desa Welahan Kecamatan Karangrayung, Padepokan Ayom Ayem di Desa Godan Kecamatan TawangHarjo, dan Teras Baca Rejosari di Desa Rejosari Kecamatan Grobogan. Kelima pustaka yang dikenalkan oleh mas Yulianto ini memiliki penanggung jawab masing masing dan terbuka bagi siapa saja. Bahkan siapapun bisa membaca dan dan membawa pulang buku sebanyak banyaknya. Usaha dan perjuangan mas Yulianto mendapat apresiasi dari kepala desa Sumberjosari, Sumondo. Sumondo yakin bahwa dengan perjuangan dan rumah baca yang dimiliki oleh mas Yulianto di rumahnya ini akan menjadikan minat baca anak menjadi bagus, sehingga kelak semua anak akan menjadi “bintang” dengan gemar membaca, dari sinilah rumah baca mas Yulianto diberi nama Rumah Baca Bintang.

Tak hanya mendapat apresiasi dari Pak Sumondo, sebelum mengalami cobaan dan ujian yang pada tahun 2019, perjuangan dan pergerakan mas Yulianto pada saat itu mendapat apresiasi dari Nirwan Ahmad Arsuka, pendiri pustaka bergerak Indonesia. Dari Sinilah asal muasal boneka ikon boneka khusus yang bernama Nana, yang membawa mas Yulianto bertemu dengan Najwa Shihab, duta baca pada saat itu. Setelah bergabung dengan pustaka Indonesia, aktivitas literasi mas Yulianto menjadi lebih luas, tentunya hal ini membuat beliau bersemangat. 
Tidak ada yang abadi, pun dengan cobaan dan beratnya perjuangan mas Yulianto untuk memajukan minat baca pada anak anak, pada Oktober 2021, beliau mendapat apresiasi Satu Indonesia Awards Tingkat Provinsi Jawa Tengah di bidang pendidikan oleh PT. Astra International. 

Sepak terjang mas Yulianto sejajar dengan pilar Corporate Social Responsibility atau CSR Astra pada bidang pendidikan, yakni berharap semangat dan dedikasi yang diciptakan mas Yulianto dapat mengapresiasi pemuda lain di seluruh Indonesia. Penghargaan Satu Indonesi Award menjadi langkah baru untuk bergerak terus menebarkan semangat literasi dan memberikan dampak yang lebih luas dari yang sebelumnya. Dan mas Yulianto pun berharap dengan kelima pustakanya apa yang telah beliau perjuangkan menjadi inspirasi banyak orang untuk berbuat baik. Semangat untuk menebarkan benih literasi sudah menjadi bagian dari hidupnya. 
“Sudah saatnya Indonesia menjadi lautan buku”

--- Yulianto, S.I.Pust ---

Dikutip dari TribunJateng.com dengan judul Sebarkan Virus Gemar Membaca sampai Tulang-Tulang Retak: Kisah Yulianto dan Boneka Pustaka Bergerak, https://jateng.tribunnews.com/2021/12/30/sebarkan-virus-gemar-membaca-sampai-tulang-tulang-retak-kisah-yulianto-dan-boneka-pustaka-bergerak?page=all.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: moh anhar
0

Tuesday, March 15, 2022

Cuma kata

Terima kasih untuk selalu mengiyakan semua keinginan, meski tak lekas ada namun kau catat dan ingat. Terima kasih untuk selalu diam dan menunggu amarahku reda baru kau yang bicara. Terima kasih untuk sabar yang belum kujumpai batasnya. Terima kasih untuk semua usahamu demi sebuah kata bahagia.  Mari kita rayakan sekali lagi sebuah pertemuan, kau yang dulu hanya orang asing kini menjadi yang penting. Kau yang dulu tak pernah ada dalam kira , kini selalu jadi yang pertama kusebut dalam doa. Meski tak ada kue sebagai simbol perayaan cukuplah sebuah dekap untuk menggantikan, tidak ada makan malam berdua entah di restauran atau lesehan , namun cukuplah sebuah kecup manis tanda sayang. Satu tahun yang sudah terlewati  hanyalah satu jengkal dari sebuah perjalanan panjang, semoga nanti aku masih bisa menemani di tahun kedua, ketiga dan sampai aku mati. Selamat ulang tahun pernikahan, meski sampai sekarang masih tersimpan dendam kenapa bukan kamu yang menemani aku malam itu di ranjang persalinan dan siang saat di ruang perawatan, tapi karena sudah cinta aku bisa apa?

0

Wednesday, March 31, 2021

curahan hati

Pasca melahirkan saya mengalami baby blues, pemicunya kala itu sependek ingatan saya adalah sebuah postingan whatsapp status seorang teman , di sana terlihat fotonya bersama rekannya yang lain dengan caption "we did it" yang tampaknya sedang merayakan kesuksesan kecil karena menembus target penjualan bulan kemarin. Lalu emosi saya tersulut, marah dan yang menjadi pelampiasan tentu saja tak lain tak bukan suami saya. Saya yang waktu itu masih mengalami 'jetlag' jadiseorang ibu merasa bahwa ini terlalu cepat, ini terlalu berat buat saya, seharusnya saya juga bersama teman saya itu menjadi bagian dari 'we' yang dia sebut di atas. Untungnya, suami saya peredam amarah terhebat, dengan jurus diamnya tak meladeni tapi tetap sesekali menimpali umpatan saya dengan halus namun meluluhkan. Amarah saya selesai, terputus. 

Belakangan saya memahami bahwa yang saya alami adalah sikap alami dan wajar yang dirasakan seseorang ketika melihat pencapaian orang lain di mana di saat bersamaan dia merasa dia tidak melakukan apa apa. Dia tidak mencapai yang orang lain gapai, dia tidak punya yang orang lain punya. Sesederhana itu. Lalu buat apa energi terbuang dengan marah dan mengutuki diri sendiri? bilang saja iri, dan semua selesai. Akui saja bahwa kita tak sehebat mereka, kita tak segigih mereka dalam berusaha, kita sama sama sering kali terjatuh lalu sama sama bangkit. Bedanya, tiap kali mereka jatuh mereka selalu membuat perhitungan yang lebih matang. Akui saja. 

Masa masa di mana postingan teman memicu saya menjadi marah lalu insecure kembali dengan kondisi saya yang saat itu harus mengASIhi bayi -yang kadang saya anggap sebagai beban karena dialah hidup saya berubah- sedangkan teman teman yang lain sibuk meniti karir , itu sudah berlalu. Karena saya mengakui kok, ya saya memang ditakdirkan bernasib seperti ini, lagipula saya tidak nganggur nganggur amat, saya punya pekerjaan meski tidak ada slip gaji. Saya bisa belajar dari sosmed, saya masih bisa 'pamer' apa yang saya miliki meski saya memilih tidak menggunakan sosmed sebagai sarana untuk menunjukan ke dunia apa saja yang sudah saya capai karena nyatanya tidak ada. 

Sejujurnya, dari lubuk hati saya yang paling dalam ingin bilang kepada semua ibu muda  yang pernah atau yang sedang insecure seperti saya bahwa tidak jadi apa apa pun tidak masalah, tidak punya karir pekerjaan pun sama sekali bukan masalah. Toh, duniawi bukan perlombaan, sudah ada masa dan porsinya sendiri sendiri. Tidak perlulah menutupi insecure kita dengan memposting sesuatu yang malah membuat kita haus akan pengakuan, hidup yang kita punyai dan jalani sekarang juga sebuah anugrah. Tidak berarti tidak indah meski kita hanya menjadi orang biasa. 

Skip sajalah postingan yang bikin kita terpicu alias ke- triggered, ya memang beda persoalan antara postingan yang mereka bagi dengan reaksi kita. Lebih ke hidup itu sawang sinawang , jangan sampai membuat kita lupa bersyukur bahwa meski kita tidak bersepatu hak tinggi setiap hari, kita lah yang bertanggung jawab penuh atas hak perut bagi semua anggota keluarga. 

0