Kalau diajukan pertanyaan kapan terakhir membaca, saya akan menjawab lupa. Kalau pertanyaannya merujuk ke novel atau buku bacaan lain, tapi jika yang dimaksud adalah membaca timeline social media entah Instagram atau twitter, 5 detik yang lalu sebelum meletakan smartphone saya.
Memang tidak salah kalau UNESCO sampai memberikan pernyataan bahwa dari 1000 penduduk Indonesia, hanya satu orang yang masih memiliki minat baca. Karena sebagian masyarakat lebih senang cerewet di social media daripada membaca.
Tapi menurut mas Yulianto, S.I.Pust minat baca di Indonesia rendah karena kurang meratanya distribusi buku dan pembinaan minat baca. Berangkat dari pemikiran ini lah yang membuat mas Yulianto bergerak perlahan dengan keterbatasan, mengendarai motor untuk membacakan buku langsung di hadapan anak anak. Menerobos hutan dan menghadang banjir, dari sekolah hingga TPQ jadi saksi perjuangannya untuk menumbuhkan minat baca anak anak.
Meski mengaku seorang pemalu, mas Yulianto tak kehabisan ide, dari tangannya tercipta boneka yang ia pakai untuk membuat anak anak tertarik, boneka pertamanya bernama kam kam. Lewat Kam Kam ini lah mas Yulianto membacakan buku untuk anak anak. Bukan kebetulan mas Yulianto ini berjuang untuk pergerakan literasi, dulunya beliau adalah pustakawan di sebuah SMP Swasta, lalu di akhir 2018 beliau berhenti lalu melanjutkan belajar mendongeng di Sanggar Cergham kak Kempho Semarang, lalu mulailah mas Yulianto keliling pelosok demi pelosok di Grobogan membawa buku dan boneka.
Impian kecil mas Yulianto untuk mempunyai perpustakaan sendiri dirumah perlahan terwujud, dimulai dengan menggunakan peti bekas telur sebagai rak buku, membeli dan mengumpulkan buku buku sedikit demi sedikit, dan memanfaatkan ruang tamu sebagai ruang perpustakaan, jadilah rumah baca untuk anak anak yang kelak akan sering dikunjungi dan disanalah nanti mas Yulianto akan ‘pentas’ dihadapan anak anak.
Sejak pandemic Covid 2019 lalu jumlah anak yang berkunjung ke rumah baca mas Yulianto menurun, mas Yulianto tidak berhenti di situ, dia membagikan buku buku kepada anak anak yang biasa berkunjung dan juga mainan, agar mereka tetap bersemangat untuk membaca.
Ujian mas Yulianto datang dipertengahan 2019, beliau dinyatakan mengidap penyakit yang membuat daya tahan tubuhnya melemah. Tetapi semangat niat baik dan optimism mas Yulianto mengalakan rasa sedih dan depresi ketika menerima kabar tersebut, dengan semangat tetap menebar kebaikan dan manfaat bagi orang lain, mas Yulianto rela meminum obat seumur hidup. Tidak sampai disitu, suatu hari beliau mengalami kecelakaan laka lintas, karena menghindari bus yang mengerem mendadak, kemudian sepeda motor yang ia kendarai terjauh, menyebabkan retak tulang lengan dan tempurung lututnya.
Selama dua bulan mas Yulianto tidak bisa beraktivitas normal seperti biasa, namun besarnya tekad untuk memajukan literasi di Indonesia meski tulang retak beliau tetap membuka lebar pintu Rumah Baca Bintang, dan juga mengenalkan empat simpul pustaka lainnya, yaitu Rumah Baca Mulya Utama di Desa Dempel, kecamatan Karangrayung, Taman Baca Lurung Ceria di Desa Welahan Kecamatan Karangrayung, Padepokan Ayom Ayem di Desa Godan Kecamatan TawangHarjo, dan Teras Baca Rejosari di Desa Rejosari Kecamatan Grobogan. Kelima pustaka yang dikenalkan oleh mas Yulianto ini memiliki penanggung jawab masing masing dan terbuka bagi siapa saja. Bahkan siapapun bisa membaca dan dan membawa pulang buku sebanyak banyaknya. Usaha dan perjuangan mas Yulianto mendapat apresiasi dari kepala desa Sumberjosari, Sumondo. Sumondo yakin bahwa dengan perjuangan dan rumah baca yang dimiliki oleh mas Yulianto di rumahnya ini akan menjadikan minat baca anak menjadi bagus, sehingga kelak semua anak akan menjadi “bintang” dengan gemar membaca, dari sinilah rumah baca mas Yulianto diberi nama Rumah Baca Bintang.
Tak hanya mendapat apresiasi dari Pak Sumondo, sebelum mengalami cobaan dan ujian yang pada tahun 2019, perjuangan dan pergerakan mas Yulianto pada saat itu mendapat apresiasi dari Nirwan Ahmad Arsuka, pendiri pustaka bergerak Indonesia. Dari Sinilah asal muasal boneka ikon boneka khusus yang bernama Nana, yang membawa mas Yulianto bertemu dengan Najwa Shihab, duta baca pada saat itu. Setelah bergabung dengan pustaka Indonesia, aktivitas literasi mas Yulianto menjadi lebih luas, tentunya hal ini membuat beliau bersemangat.
Tidak ada yang abadi, pun dengan cobaan dan beratnya perjuangan mas Yulianto untuk memajukan minat baca pada anak anak, pada Oktober 2021, beliau mendapat apresiasi Satu Indonesia Awards Tingkat Provinsi Jawa Tengah di bidang pendidikan oleh PT. Astra International.
Sepak terjang mas Yulianto sejajar dengan pilar Corporate Social Responsibility atau CSR Astra pada bidang pendidikan, yakni berharap semangat dan dedikasi yang diciptakan mas Yulianto dapat mengapresiasi pemuda lain di seluruh Indonesia. Penghargaan Satu Indonesi Award menjadi langkah baru untuk bergerak terus menebarkan semangat literasi dan memberikan dampak yang lebih luas dari yang sebelumnya. Dan mas Yulianto pun berharap dengan kelima pustakanya apa yang telah beliau perjuangkan menjadi inspirasi banyak orang untuk berbuat baik. Semangat untuk menebarkan benih literasi sudah menjadi bagian dari hidupnya.
“Sudah saatnya Indonesia menjadi lautan buku”
--- Yulianto, S.I.Pust ---
Dikutip dari TribunJateng.com dengan judul Sebarkan Virus Gemar Membaca sampai Tulang-Tulang Retak: Kisah Yulianto dan Boneka Pustaka Bergerak, https://jateng.tribunnews.com/2021/12/30/sebarkan-virus-gemar-membaca-sampai-tulang-tulang-retak-kisah-yulianto-dan-boneka-pustaka-bergerak?page=all.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: moh anhar